Perlindungan Data Pribadi di Era Digital: Ancaman di Balik Pemindaian Mata Worldcoin
METRO MANDIRI.COM - Di tengah gempuran teknologi digital yang semakin canggih, isu perlindungan data pribadi kian menjadi sorotan. Data bukan lagi sekadar catatan, tetapi aset berharga yang diperebutkan oleh perusahaan teknologi global. Salah satu fenomena yang cukup menghebohkan publik baru-baru ini adalah kehadiran proyek Worldcoin.
Worldcoin, yang didirikan oleh CEO OpenAI Sam Altman, mengusung misi ambisius: memberikan identitas digital universal bagi seluruh penduduk bumi melalui pemindaian iris mata. Imbalannya? Token kripto yang bisa digunakan di berbagai platform. Namun, di balik tawaran yang menggiurkan itu, muncul tanda tanya besar: ke mana perginya data biometrik kita?
Di Indonesia, masyarakat mulai menerima imbalan uang tunai untuk memindai mata mereka ke dalam alat bulat bernama 'Orb'. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun bertindak cepat—operasional aplikasi Worldcoin dibekukan. Pasalnya, aplikasi tersebut belum memenuhi syarat sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik resmi, serta diduga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
UU PDP mengatur secara tegas bahwa data biometrik seperti iris mata termasuk dalam kategori data pribadi sensitif. Pengumpulan dan pemrosesan data semacam itu harus mendapat persetujuan eksplisit dari pemilik data, serta dilakukan oleh entitas yang sah. Tanpa landasan hukum yang kuat, penggunaan data tersebut sangat rentan disalahgunakan.
Yang menarik, bukan hanya Indonesia yang bereaksi keras terhadap Worldcoin. Spanyol memerintahkan penghentian operasional dan penghapusan data iris, Kenya meminta Worldcoin menyimpan dan tidak menggunakan data yang sudah dikumpulkan, sementara Jerman menuntut penghapusan data yang dikumpulkan secara ilegal.
Worldcoin sendiri mengklaim telah meningkatkan sistem keamanannya dengan teknologi komputasi multi-pihak aman (SMPC). Namun, bagi sebagian besar pengamat dan masyarakat, langkah tersebut belum cukup untuk menjamin keamanan dan privasi jangka panjang.
Kasus Worldcoin adalah sinyal peringatan. Di era digital, privasi bukan lagi hak diam-diam, melainkan isu nyata yang menyangkut martabat dan keamanan setiap individu. Indonesia, lewat UU PDP, telah memulai langkah penting. Namun pekerjaan belum selesai. Kita semua—masyarakat, pemerintah, dan perusahaan—perlu terus menjaga hak atas data pribadi.
Karena sekali mata kita dipindai dan data itu tersebar, sulit untuk menariknya kembali.
Maka berhati-hatilah: jangan gadaikan identitas Anda hanya demi sekeping kripto.
Opini | Hukum & Teknologi Digital
Opini | Hukum & Teknologi Digital
Oleh: Muhammad Sandi Aria, Dimas Pramuja, dan Zizi Mahora
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning – Juni 2025
Komentar Anda :